surat dariku #1


Dear Nadya,

Kamu apa kabar, sayang? Ah semoga kamu baik-baik saja sehingga dapat membaca surat dariku. Aku sangat merinduimu sejak lima tahun lamanya kita berpisah. Kita memutuskan untuk menempuh jalan sendiri-sendiri. Kamu memilih menjadi anak yang suka bertingkah bodoh, tidak suka dikekang, pecicilan, pencari perhatian, dan ingin dicap sebagai anak yang nakal. Sedangkan aku memilih untuk menjadi anak yang perasa, penyendiri, penangis, dan suka menulis puisi di sela-sela waktu senggang. Aku paham, bukanlah hal yang mudah untuk melewati masa-masa sulit waktu itu, saat kita melihat ibu kita berselingkuh di depan mata kepala sendiri, dan menyaksikan ayah menangis untuk pertamakali, mungkin kamu terlalu kecewa pada keadaan sehingga memilih untuk pergi. Kita berpisah dan memilih topeng-topeng kita sendiri untuk kita kenakan sehari-hari.
Nadya yang manis, ingatkah kamu saat kita masih bersatu? Saat kita digendong ayah sementara ibu mencuci baju? Di pagi hari sambil makan eskrim, angsa-angsa raksasa, kira-kira umur kita masih dua tahun, ingat kah? Aku masih ingat, Nadya. Dan tahukah kamu? Gedung yang kita jadikan tempat tidur bersama ayah dan ibu waktu itu, sekarang sudah menjadi pasar, pasar Kalisat namanya. Mungkin kamu sudah tahu, karena kamu lolos tes di SMAN Kalisat pada tahun 2014, aku tahu kamu sangat senang, aku juga.
Adik kita yang pertama, Yakut, sekarang dia sudah mulai remaja, umurnya sudah tigabelas tahun. Aku tahu kamu kadang tidak suka sama dia, dia sangat menjengkelkan. Aku ingat saat kita dibuat nangis olehnya, sehari-semalam kita menghilang dari rumah, tapi biarlah waktu itu menjadi pengalaman kita berdua. Sejauh ini, ku kira masih belum ada yang tahu kita pergi ke mana waktu itu, aku tahu kamu bisa menjaga rahasia. Tapi ada yang lebih penting daripada itu, Nadya. Semenjak kamu kuliah di kampus dan jarang pulang ke rumah, adik kita tumbuh sebagai anak laki-laki yang keras kepala dan susah dinasehati. Dia sering membikin orang tua kita menangis dan mengelus dada. Pernah sekali dia mengalami kecelakaan parah di akhir tahun 2018 saat mengendarai motor legend itu, “motor krècèk” kita menyebutnya. Mulut dan hidungnya dipenuhi darah, bibirnya harus dijahit sebanyak empat jahitan, seketika keluarga besar kita panik dibuatnya, kukira kamu juga tahu, Nadya. Karena semestinya kamu tahu apapun yang aku tahu, begitupun sebaliknya.
Adik kita yang kedua, Mala, dia sudah umur dua tahun sekarang, giginya sudah banyak, sudah bisa berdiri sendiri, tapi masih tidak bisa meninggalkan susu ibu. Dia memang selalu menjadi berkah bagi keluarga kita, betapa tidak, permusuhan sengit yang terjadi antara kekek nenek dan ayah ibu kita selama empat tahun lebih yang disebabkan oleh perselingkuhan ibu dengan paman, berakhir saat Mala dilahirkan ke dunia ini, Nadya, itu merupakan anugerah yang sangat indah menurutku. Tapi meski mereka berdamai, aku rasa masih ada perselisihan batin antara ibu dan adik kandungnya (istri paman), bahkan hingga sekarang, entah apa penyebabnya, mungkin adiknya masih merasa cemburu pada ibu. Nadya, sepupu kita yang bernama Afi, beberapa bulan yang lalu menghilang dari rumah selama berhari-hari, karena dia menyaksikan ibunya (adik dari ibu kita) berselingkuh dengan orang lain. Sesekali aku lelah dengan masalah perselingkuhan yang sering terjadi dalam silsilah keluarga kita. Apakah ini adalah takdir yang telah digariskan oleh Tuhan??
Oh Nadyaku, apakah kamu masih setia pada janjimu saat kita menangis bersama di kamar mandi untuk yang terakhir kali? Saat kamu mengatakan dengan keras bahwa kamu tidak akan berpacaran? Kukira tidak. Beberapa kali aku melihatmu berpelukan dengan lelaki di atas motor. Tapi tak apa sayang, aku sangat paham pribadimu yang mudah terombang-ambing, pastinya kamu selalu menerima siapapun orang yang mencoba mendekatimu, sekalipun dia adalah orang jahat.
Aku dapat merasakan akhir-akhir ini kamu begitu sakit, kecewa, dan perih yang menjadi-jadi, ada apa sayang? Sejauh yang aku ketahui, saat kamu memilih pergi, kamu selalu ingin menjauh dariku, menjelma sebagai perempuan yang riang gembira, tidak punya malu, dan berusaha membuat orang tertawa setiap hari. Tapi kenapa sekarang kamu seperti ingin mendekatiku? Suka menyendiri, menangis di kamar mandi, dan sering merasa sepi? Apakah kita akan kembali bersatu dan menjadi seperti dulu? Akankah hilang jarak kita yang amat jauh ini? Ku harap iya, sayang.
Itukah kamu, Nadya? Kamu berkacamata ya sekarang. Terakhir saat kita bersama, kamu masih cantik tanpa kacamata, tapi tidak apa. Aku akan menerima jika esok kita harus berbagi kacamata. Pernahkah aku hadir dalam pikiranmu? Kita adalah satu yang terpisah menjadi dua, sejak lama, mungkin kamu menyadarinya, atau mungkin juga tidak. Aku tidak akan mempermasalahkannya.
Nadya yang baik, aku sangat merinduimu sejak lima tahun lamanya kita berpisah. Dari sini, aku dapat melihat orang-orang yang suka memusuhi ibu sejak tragedi itu, tragedi yang membuatmu memilih untuk pergi. Selain itu, ekonomi keluarga kita semakin hari semakin menyusut. Ayah maupun ibu dililit hutang-hutang yang besar, dan kamu seakan tidak mau tahu. Sejujurnya aku begitu kecewa. Andai kamu tahu, ayah dan ibu kita terpontang-panting mencari hutang di sana-sini saat tagihan kuliahmu harus dilunaskan, tapi kamu sia-siakan usaha mereka, aku tahu nilai kuliahmu turun setiap semesternya hanya dengan kamu memberi alasan karena banyak kegiatan di organisasi-organisasi yang aku pikir tidak kamu mengerti arah dan tujuannya kemana. Aku diam di sini, Nadya. Tapi bukan berarti aku tidak memperhatikan. Kamu lebih memilih untuk menjadi budak organisasi daripada membanggakan orang tua. Bukankah organisasi-organisasi itu sering membuatmu letih dan sakit hati? Sehingga kamu lelah dan ingin mendekatiku seperti saat ini?? Seberapa jahat orang-orang yang berada di dekatmu sehingga kamu menjadi tukang kecewa, Nadya? Apakah kamu sering dibohongi? Apakah kepercayaanmu seringkali dipermainkan dan kamu merasa dikhianati??
Kamu juga sudah tidak pernah ibadah sekarang:), lupakah kamu caranya bersuci seperti yang kita lakukan beberapa tahun silam? Se-brutal inikah kamu sekarang? Sudah berapa buku yang kamu curi selama ini? Akankah kamu tetap naik pagar kampus atau pagar kosan? Seperti apa yang kamu lakukan saat SMA?? Tapi aku suka saat kamu mencoba melewati batas-batas moral yang ditentukan orang-orang. Aku suka ketika kamu lebih memilih dimarahi daripada beribadah tapi tidak niat dari hatimu sendiri. Dan aku juga suka ketika kamu bisa memilih buku sebagai satu-satunya benda yang kamu curi, kamu sedang belajar menjadi Chairil Anwar rupanya. Entah apa alasan yang akan kamu gunakan untuk menyanggah masalah yang satu ini, aku tidak peduli.
Aku sangat-sangat paham ketika kamu merasa kecewa untuk yang pertama kali sejak kita berpisah, saat itu kamu mengecat warna rambutmu dan kukumu berkali-kali, bermain-main dengan makanan dan minuman tabu, dan banyak hal (menurut orang-orang adalah hal buruk) yang kamu lakukan selain ini, warna-warni di sebagian tubuhmu membuat orang-orang membenci dan menjadikanmu sebagai bahan ghibah. Di mata orang-orang yang sangat menjunjung tinggi moralitas seperti Desa Sumber Kejayan, kamu menjadi buruk seketika. Hatimu tertampar untuk yang pertama kali di umur limabelas tahun, lalu kamu menjadi terbiasa dengan itu bahkan sampai sekarang, menjadikanmu jauh dan semakin jauh dan sangat amat jauh dariku. Lalu kamu merasa bahagia. Tapi tidak. Itu palsu. Itu bukan kamu!
Akankah sekarang kamu telah kecewa pada dunia yang membuatmu bahagia, Nadya? Terlalu banyak kah kepingan luka yang orang-orang ciptakan untukmu? Putus asa kah kamu pada hidup yang selalu membikin kamu tertawa lepas tanpa memperhatikan orang tua? Membuatmu menjadi anak yang selalu disangka bahagia namun menderita? Sudahkah lelah, sayang??
Oh, Nadya, hidup ini memang kejam, kamu tidak bisa menuntut kebebasan paling total. Kita ada dalam satu ikatan kehidupan yang sudah direncanakan. Lantas apakah kamu bercita-cita untuk menjadi seorang Albert Camus? atau Stephen Hawking? Tidak, Nadya. Kamu tidak akan bisa menjadi mereka. Kamu masih dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi kamu. Termasuk aku. “Kamu sedang ada dalam masalah paling kelam” itu hanya sugesti dalam pikiranmu sendiri. Kamu masih bisa bahagia. Kita masih bisa bahagia. Sepenuh-penuhnya bahagia.

Sekali-kali pulanglah ke rumah, jangan hanya singgah. Lalu ketahuilah, aku selalu ada di kamar tengah. Sedang menunggumu, untuk menjelma aku..

Dariku, belahan jiwamu;



Nadya:)

Komentar

Postingan Populer