Autis

Sedari karam nya senja, diiringi kehadiran bulan di sela-sela hamburan bintang, dia bisa tahan ngopi semalaman. Pagi nya, dia berkelana di tengah lapangan dengan sebungkus roti sebagai bekal sarapan. Siang nya, dia menyusuri angan di pinggir jalan untuk mencari makanan. Lalu sore nya, dia akan membuka buku harian sambil melihat matahari terbenam. Keesokan hari nya, jangan di tebak, boleh jadi dia tidur sepanjang hari sampai malam, esok hari nya lagi mengurung diri seharian membaca novel di indekos-an, lalu kemudian dia berjalan-jalan menghabiskan uang dengan gelak tawa bersama kawan-kawan.

Dia tidak selalu tertarik dengan teori, sebab dia jarang memahami. Tidak pernah benar-benar kagum dengan orang ber-intlektual tinggi, sebab idola nya adalah pendaki dan pegiat kopi. Sang penikmat sunyi, seperti orang yang hilang kewarasan dia akan berpuisi, sejenak menggunakan bahasa-bahasa tinggi, kemudian di sulap menjadi bahasa rendah, serendah-rendahnya tai. Seperti orang kesurupan dia akan melukis sadis penuh ambisi, dengan niat mantap di atas kanvas dia menjelmakan wajah berseri, sedetik kemudian dia menyemburkan seantero cat nya hingga menciptakan lukisan di luar akal budi. Selayaknya anak ingusan dia akan menari dan menyanyi, berteriak berlarian kesana-kemari.

Tak pernah memenghiraukan celoteh orang-orang di sekeliling nya. Sebagian orang memaki dengan terang-terangan, namun dia selalu berlagak tak bertelinga. Mungkin dia mengira hidup hanya sendiri saja, egoisnya melampaui tingkat dewa. Seolah-olah menjadi spesies paling merdeka di dunia, angan nya membubung tinggi di angkasa. Sesekali menjelma semacam orang tua, beberapa menit kemudian berubah menjadi manusia paling galau se-jagat raya, lalu beberapa saat dia akan menjadi pujangga, sebelum kemudian kembali menjadi manusia gila.

Dia seringkali menyingkirkan pikiran yang kerap-kali membabi buta. Mengenyahkan beberapa aturan dan kekangan dengan segala cara. Kebebasan seakan-akan menjadi satu-satunya alasan untuk berbahagia, sebab dengan jiwa seni dia akan menjadi sedikit lebih sempurna. Benteng nya kokoh serupa dengan tembok raksasa di Cina. Dia memang begitu keras kepala, tapi aku yakin dia masih punya hati lengkap dengan nurani nya. Yang aku tahu hanya satu, tiap kali intuisi menyapa, dia selalu melibatkan cinta.

Komentar

Postingan Populer